Kampanye Negatif Dan Kampanye Hitam

Meski keduanya terkesan buruk, tapi kampanye negatif sebenarnya justru berdampak baik. Bagaimana aturan hukumnya?
  • blog-image
    Penulis: user riset 1
  • blog-image
    Editor:
dilema-kampanye-negatif-dan-kampanye-hitam

Warga sedang melihat media sosial yang menampilkan pasangan calon presiden dan wakil presiden di Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (21/11/2023). ValidNewsID/Arief Rachman

Diterbitkan 5 months ago

JAKARTA-Hari pencoblosan mendekat, kampanye pemilu semakin ketat. Berbagai strategi dilakukan oleh para anggota tim sukses atau pemenangan setiap pasangan calon (paslon) presiden dan calon wakil presiden. Mulai dari melakukan blusukan ke berbagai daerah, hingga gerakan-gerakan di ranah maya, semua dilakukan.

Melalui beragam kanal, termasuk bermacam platform di internet, sejumlah cara untuk memancing audiens yang berpotensi menjadi pemilih dilakukan. Ada yang mempromosikan prestasi dan kelebihan dari paslonnya sendiri. Ada pula yang menyerang kandidat-kandidat lawan dengan menunjukkan kelemahan-kelemahannya. Istilah kampanye hitam dan kampanye negatif pun kerap disematkan untuk kampanye yang bersifat menyerang tersebut.

Sebenarnya apa sih beda keduanya?

Beda Kampanye Negatif Dengan Kampanye Hitam
Dalam hal bentuknya, kampanye negatif adalah siasat kampanye dengan cara menunjukkan kelemahan ataupun kesalahan pihak lawan politik. Sementara kampanye hitam dilakukan dengan menuduh pihak lawan dengan cerita palsu ataupun hal yang belum terbukti. Atau, juga dengan hal-hal yang tidak relevan dengan kapasitas seseorang untuk menjadi pemimpin.

Contohnya saja, kampanye negatif dalam kontestasi pemilihan presiden dapat dilakukan dengan memperlihatkan data valid terkait kemunduran daerah yang sebelumnya dipimpin lawan politik. Sementara itu, kampanye hitam bisa dilakukan dengan menggiring opini bahwa lawan politik tidak pantas dipilih karena rasnya yang punya stereotip buruk.

Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, Totok Suhartoyo secara lebih detail menjelaskan bahwa ada tiga hal yang membedakan kampanye negatif dan kampanye hitam. Ketiganya adalah  sumber, tujuan, dan kebenaran.

Dari sisi sumber, pelaku dari kampanye negatif jelas dan terbuka, sementara pelaku kampanye hitam biasanya tidak jelas atau anonim. Kemudian dari sisi tujuan, kampanye negatif dilakukan untuk mendiskreditkan karakter seseorang. Sementara, kampanye hitam bertujuan lebih jauh, untuk menghancurkannya. Terakhir, dari sisi kebenaran, data yang digunakan berkampanye negatif sahih dan valid, sementara kampanye hitam mengada-ada.

Akan tetapi, ada situasi di mana pelaku kampanye negatif dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dan dinyatakan bersalah. Menurut Totok, untuk membuktikannya bukanlah hal yang mudah. Namun, penyidik dapat melakukan pendekatan tertentu.

Misalnya, apakah yang dilakukan oleh yang bersangkutan menurunkan harkat martabat pihak yang diserang. Bisa saja argumen dan data yang digunakan untuk menyerang memang benar, tetapi dalam kenyataannya menyinggung agama tertentu. Hal tersebut tentu perlu didiskusikan lebih lanjut.

Hukum Kampanye Negatif Dan Kampanye Hitam
Dalam hukum kepemiluan, Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso juga menjelaskan perbedaan antara keduanya. Meski sama-sama punya citra buruk, kampanye negatif rupanya diperbolehkan. Sementara kampanye hitam alias black campaign dilarang dan siapapun yang melakukannya akan diganjar sanksi pidana lewan UU Kepemiluan.

Sementara untuk kampanye negatif, dinilai oleh Topo sebagai hal yang sah saja secara hukum. Bahkan ia menilai bahwa kampanye jenis ini berguna dalam membantu pemilih membuat keputusan dan membuat mereka lebih cerdas memilih. Makanya, kegiatannya tidak dilarang dan pihak yang diserang tidak dapat melapor kepada polisi.

Jika diserang dengan kampanye negatif, seseorang dapat melakukan pertahanan dengan mengeluarkan data atau argumen valid lainnya yang dapat membangun narasi positif tentang dirinya. Nah, kalau si lawan melakukan kampanye hitam, pihak tersebut baru dapat melaporkannya kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Adapun regulasi yang mengatur tentang kampanye hitam adalah Pasal 280 ayat (1) huruf c dan Pasal 521 UU Kepemiluan. Pasal 280 ayat (1) huruf c mengacu pada perbuatan “menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain.”

Sementara Pasal 521 menjelaskan, “Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, g, h, i, atau j, dipidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak 24 juta rupiah.”

Pasal ini mungkin memang ditujukan pada pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye. Akan tetapi, menurut angora Bawaslu RI, Rahmat Bagja, individu yang melakukan kampanye hitam lewat media sosial dan medium publikasi lainnya di internet juga dapat dikenakan sanksi pidana sesuai UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

 

Referensi:

Humas FHUI. (2023, Oktober 10). Perihal Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam, Apa Bedanya? Retrieved from Fakultas Hukum Universitas Indonesia: https://law.ui.ac.id/perihal-kampanye-negatif-dan-kampanye-hitam-apa-bedanya/
Salabi, A. (2018, Oktober 9). Perihal Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam, Apa Bedanya? Retrieved from Rumah Pemilu: https://rumahpemilu.org/perihal-kampanye-negatif-dan-kampanye-hitam-apa-bedanya/

Bagikan:

Baca Juga

Comments